Minggu, 13 Juli 2014

HUKUM NIKAH SIRI



HUKUM NIKAH SIRI
Oleh : H. Sufriadi Hasan Basri*

BEBERAPA PERMASALAHAN

Sekarang ini sering kali terjadi di masyarakat tentang 2 (dua) orang yang –katanya- sudah menjadi suami isteri, tetapi para tetangganya tidak tahu dia sudah menikah. Waktu ada yang menanyakan, dia menjawab sudah menikah ditempat lain. Hal ini menyebabkan terjadinya kasak kusuk dimasyarakat, dan cenderung menjadi fitnah. Pada hal pernikahan bukanlah sesuatu yang terlalu sulit dilakukan. Yang penting ada pengantin laki-laki, pengantin perempuan, wali, dua (2) orang saksi dan adanya ucapan ijab qabul. Walaupun ada perintah diadakannya “walimah”, namun tidak lah harus besar-besaran tetapi cukup dilakukan dengan walimah yang sederhana, berdasarkan hadits :

وَحَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ عُبَيْدٍ الْغُبَرِىُّ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ قَتَادَةَ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ أَنَّ عَبْدَ الرَّحْمَنِ بْنَ عَوْفٍ تَزَوَّجَ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَلَى وَزْنِ نَوَاةٍ مِنْ ذَهَبٍ. فَقَالَ لَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- « أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ ».

Dari Anas bin Malik bahwa Abdur Rahman bin Auf menikah dimasa Rasulullah saw dengan mahar  dari emas, maka rasulullah saw berkata kepadanya: Adakanlah pesta pernikahan walaupun hanya dengan menyembelih seekor kambing.      HR Bukhari, Muslim, Ahmad, Abu Daud, Turmuzi, Nasai, Ibnu Majah, Malik, Ibnu Asakir, Abdur Razak, Syafi’i, Al Bazar, Abu Ya’la, Ibnu Hibban, ad Darimi, Baihaqi, al Baghawi, at Thahawi, Thabrani dan Ibnu Abi Syaibah.

Walimah dengan se ekor kambing, artinya walimah secara sederhana. Karena orang Arab biasa memakan se ekor kambing seorang diri. Beda di Indonesia, se ekor kambing bisa untuk 50 orang.

TINJAUAN DARI SEGI BAHASA

Dari segi bahasa Arab kata “nikah” berarti kawin. Dan sekarang kata “nikah” sudah menjadi kosa kata Bahasa Indonesia. Dan kata “sirri” artinya “rahasia”.
Maka secara bahasa Nikah sirri dapat diartikan dengan kawin secara rahasia atau sering juga disebut nikah dibawah tangan.

TINJAUAN DARI SEGI ISTILAH

Arti nikah secara istilah ialah perjanjian antara seorang laki-laki dengan seorang perempuan untuk berlaki bini dengan resmi. (Kamus lengkap bahasa Indonesia modern oleh Muhammad Ali, penerbit Pustaka Amani Jakarta.

PENGERTIAN NIKAH SIRI
Ada beberapa pengertian tentang nikah siri :
  1. Pernikahan yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi tanpa wali dan saksi. Nikah ini sama dengan zina. Karena itu Umar mengancam akan merajam (melempari sampai mati) pelakunya itu.

  1. Pernikahan yang dilakukan dengan dihadiri wali dan saksi, tetapi saksi-saksi tersebut tidak boleh mengumumkannya kepada khalayak ramai. Pernikahan seperti ini karena pengantinnya masih sekolah atau bekerja,  dimana sekolah/pekerjaannya tidak memboleh kan nya menikah selama dia masih sekolah/bekerja.

  1. Pernikahan yang dilakukan di tempat lain (katanya) tetapi tidak ada orang lain yang tahu
            atau menjadi saksi. Ini sering terjadi dimasyarakat. Kalau mereka tidak menikah  
            ditempat lain itu), berarti mereka sudah kumpul kebo atau samen leven atau hidup
            bersama tanpa ikatan pernikahan.

  1. Pernikahan yang lengkap wali dan saksinya, tetapi tidak dicatatkan di Kantor Urusan Agama (KUA). Ini terjadi umumnya karena kekurangan biaya. Atau terjadi di dusun-dusun yang jauh dari jangkauan aparat KUA atau P2N. 

*Ketua Majlis Tarjih dan Tajdid PDM Kota Binjai dan Wakil Pimpinan Pesantren
  Muhammadiyah Kwala Madu, serta anggota Komisi Fatwa MUI Binjai


Maka nikah siri yang dapat dibenarkan olah agama (Islam) hanya lah yang no.4. Tetapi dari segi kenegaraannya tentu saja melanggar hukum. Karena UU Perkawinan (Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan) menegaskan bahwa semua pernikahan harus tercatat dinegara.

RUKUN NIKAH
Secara umum Rukun Nikah ada 5 yaitu :
  1. Pengantin laki-laki
  2. Pengantin perempuan
  3. Wali dari pengantin perempuan
  4. Dua orang saksi
  5. Aqad atau ucapan ijab dan qabul.

Kalau tidak ada salah satu dari yang 5 (lima) itu, maka nikah tidak sah.

PESTA PERNIKAHAN

Berdasarkan hadits diatas maka pesta pernikahan adalah diperintahkan nabi saw. أَوْلِمْ وَلَوْ بِشَاةٍ
Kalau berdasarkan qaidah ushul Fiqh :  الأصْل فِي الأَمْرِ لِلوُجُب
Maka hukum pesta pernikahan wajib, minimal tentu sunat.

Hadits lain yang menjelaskan pesta pernikahan ialah :

عن نافع عن ابن عمر قال قال رسول الله صلى الله عليه وسلم إذاَ دُعِيَ احدُكُمْ إلَى الْوَلِيْمَةِ فَلْيَأْتِهَا - رواه البخاري في الصحيح
Dari Ibnu Umar berkata : Berkata Rasulullah saw : Apabila salah seorang kamu diundang kepada walimah (pesta pernikahan) maka hendaklah menghadirinya. HR Bukhari

عن أبى هريرة رضى الله عنه قال شَرُّ الطَّعَامِ طَعَامُ الْوَلِيْمَةِ يُدْعَى الْغَنِىُّ وَيُتْرَكُ المِسْكِيْنُ وَهِىَ حَقٌّ ,مَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ - وكان معمر ربما قال ومن لم يجب فقد عصى الله ورسوله - رواه مسلم في الصحيح

Dari Abu Hurairah dia berkata : Seburuk-buruk makanan ialah makanan walimah yang diundang hanya orang kaya dan orang miskin ditinggalkan pada dia berhak. Siapa yang meninggalkannya (tidak mengundang orang miskin)  berarti dia telah mendurhakai Allah dan Rasulnya. Dan Ma’mar berkata : Siapa yang tidak mengabulkan undangan berarti dia durhaka kepada Allah dan Rasulnya.
HR Muslim dalam shahihnya.

عن أبى هريرة رضى الله عنه عن النبي صلى الله عليه وسلم قال إذا دعى احدكم إلى طعام فليجب فان كان مفطرا فليطعم وان كان صائما فليصل ، يعنى الدعاء – هذه رواية روح – اخرجه مسلم في الصحيح
Dari Abu Hurairah dari Nabi saw berkata : Apabila salah seorang kamu diundang makan maka kabulkanlah (penuhilah). Jika dia berbuka (tidak puasa) maka makanlah, dan jika dia puasa, maka do’a kanlah. HR Muslim dalam shahihnya

Adapun hikmah adanya pesta (walimah) adalah untuk menghindari terjadinya fitnah. Walaupun hanya walimah kecil-kecilan, tetapi orang yang hadir itu bisa menjadi saksi bahwa kedua orang itu telah menikah, dan bahwa yang bersangkutan ikut hadir. Sehingga fitnah tidak lagi menjalar ke mana-mana.
                                                                                    Pesantren Kwala Madu, 10 Januari 2012
                                                                                                            Penulis



                                                                                               Buya H. Sufriadi Hasan Basri


*Ketua Majlis Tarjih dan Tajdid PDM Kota Binjai dan Wakil Pimpinan Pesantren
  Muhammadiyah Kwala Madu, serta anggota Komisi Fatwa MUI Binjai



Tidak ada komentar:

Posting Komentar